Adalah nama Bandara Internasional di Indonesia yang terletak di Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, yang baru beroperasi pada hari Kamis, 25 Juli 2013
Nama geografi yang diberikan bandara tersebut ialah KUALANAMU
Kuala nama generiknya yang berarti muara
Namu merupakan nama spesifik, nama lokal yang diberikan
Marilah kita gunakan penulisan nama Kualanamu atau KUALANAMU bukan Kuala Namu
Dalam memberikan nama dan penulisan suatu tempat mempunyai pedoman yang diatur dengan Peraturan:
Permendagri Nomor 39 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pembakuan Nama Rupabumi, klik
Permen No.39-2008.rtf
Tujuan pembakuan nama rupabumi/geografi
yakni:
1 mewujudkan tertib
administrasi di bidang pembakuan nama rupabumi di Indonesia.
2 menjamin tertib
administrasi wilayah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
3 mewujudkan adanya
gasetir nasional sehingga ada kesamaan mengenai nama rupabumi di Indonesia.
4 mewujudkan data dan
informasi akurat mengenai nama rupabumi di seluruh wilayah NKRI, baik untuk
kepentingan pembangunan nasional maupun internasional
Hal ini, semakin dirasakan sangat penting karena belakangan ini banyak bermunculan penamaan rupabumi yang tidak mengikuti aturan.
Pedoman Penulisan Nama Unsur Geografi di Indonesia yang disampaikan oleh Prof. Jacub Rais (Pakar Toponimi), dalam bukunya : Definisi, Kriteria, dan Peranan PBB dalam Toponimi: Kasus Nama-nama Pulau di Indonesia
Tiap nama unsur geografi di Indonesia terdiri atas dua
bagian yaitu nama generik dan nama spesifik. Yang dimaksud dengan nama generik
adalah nama yang menggambarkan bentuk dari unsur geografis tersebut, misalnya
sungai, gunung, kota dan unsur lainnya. Sedang nama spesifik merupakan nama
diri (proper name) dari nama generik tersebut yang juga digunakan
sebagai unit pembeda antarunsur geografis. Nama spesifik yang sering digunakan
untuk unsur geografis biasanya berasal dari kata sifat, misalnya ’baru’,
’jaya’, ’indah’, ’makmur’ atau kata benda yang bisa mencerminkan bentuk unsur
tersebut, misalnya ’batu’, ’candi’ dan lain sebagainya. Nama-nama generik dari
unsur geografi, antara lain:
·
Sungai (bahasa Indonesia) atau air, aik, ai, oi, kali,
batang, wai, ci, brang, jeh, nanga,krueung, Ie, (bahasa lokal)
·
Gunung (bahasa Indonesia) atau dolok, buku, bulu,
deleng, keli, wolo,cot, batee (bahasa lokal)
·
Tanjung (bahasa Indonesia) atau ujung, cuku (bahasa
lokal)
·
Danau (bahasa Indonesia) atau telaga,
situ, ranu (bahasa lokal)
·
Pulau (bahasa Indonesia) atau nusa, mios (meos), pulo,
towade, wanua, libuton, lihuto (bahasa lokal)….
Pedoman pertama:
Dalam menulis nama unsur geografi ditulis terpisah
antara nama generik dan nama spesifiknya. Lihat contoh di bawah ini:
Nama generik dan nama spesifik suatu unsur / ciri
geografi ditulis secara terpisah:
·
Sungai Musi; Air Bangis; Krueung Aceh; Ie Mola; Wai
Seputih; Batang Hari; Ci Liwung; Danau Toba; Laut Jawa; Selat Sunda; Pulau
Nias; Tanjung Cina; Kota Bandung; Gunung Merbabu; Bukit Suharto.
·
Singkatan Nama Generik di peta: Tanjung : Tg.; Pulau:
P.; Laut: L.; Selat: Sel.; Wai: W. Sungai: S atau Sei, Ujung: U. Kota,
·
Umumnya generik “Kota” tidak ditulis dan juga tidak
disebut karena orang tahu bahwa itu nama kota: “Kota Bandung” atau“Bandung”
saja.
Pedoman kedua:
·
Banyak nama spesifik di Indonesia, khususnya nama kota
dan pemukiman memuat juga nama generik dalam nama spesifiknya, seperti
nama-nama kota memakai gunung, bukit, tanjung, ujung, pulau dst dalam nama
spesifiknya.
·
Dalam kasus ini nama spesifik tersebut ditulis dalam
satu kata. Contoh di bawah ini: Gunungsitoli; Cimahi; Ujungpandang;
Bukittinggi; Muarajambi; Tanjungpinang; Tanjungpriok; Krueungraya; Sungailiat;
Bandarlampung; Airmadidi; Sungaipenuh; Kualasimpang.
·
Contoh di Jawa Barat ada sungai yang bernama Ci Liwung
(harus ditulis dengan 2 kata). Tetapi jika suatu kota (generik) “Ci” dipakai
dalam nama spasifik, maka ditulis dengan satu kata (Cimahi, Cibinong,
Cikampek). Lihat peta yang dibuat di masa penjajahan Belanda (masih pakai
ortografi lama “tj” untuk “c”, “dj” untuk ”j”, “oe” untuk “u”.
Pedoman ketiga
Jika suatu nama spesifik ditambah dengan kata sifat di
belakangnya atau penunjuk arah, maka ditulis terpisah.
Contoh:
Jawa Barat; Kebayoran Baru;
Sungai Tabalong Kiwa; Kotamubago Selatan; Kampung Desatengah Selatan; Nusa
Tenggara Timur; Panyabungan Tonga; Pagarutang Jae (tonga = tengah; jae= utama
di kabupaten Tapanuli Selatan); Kemang Utara; Durentiga Selatan.
Pedoman keempat
·
Jika nama spesifik yang terdiri dari kata berulang,
ditulis sebagai satu kata. Misalnya Bagansiapiapi; Siringoringo;
Sigiringgiring; Mukomuko.
·
Jika nama spesifik yang ditulis dengan angka sebagai
penomoran, maka nomor ditulis dengan huruf, misalnya Depok Satu; Depok Dua;
Depok Timur Satu; Koto Ampek.
·
Jika nama spesifik terdiri dari dua kata benda, ditulis
sebagai satu kata, misalnya Tanggabosi; Bulupayung; Pagaralam.
Pedoman kelima
·
Nama spesifik terdiri dari kata benda diikuti dengan
nama generik, maka ditulis sebagai satu kata, misalnya: Pintupadang;
Pagargunung; Pondoksungai; Kayulaut.
·
Nama spesifik yang terdiri dari 3 kata, masing-masing 2
nama generik diikuti dengan kata sifat atau kata benda, maka ditulis sebagai
satu kata, misalnya Torlukmuaradolok (torluk = teluk; muara = muara; dolok =
gunung); Muarabatangangkola (muara dan batang adalah nama generik; angkola =
nama benda).
Pedoman keenam
·
Banyak contoh nama spesifik terdiri dari 4 kata atau
lebih, misalnya beberapa daerah di Tapanuli Selatan: Purbasinombamandalasena;
Dalihannataluhutaraja; Hutalosungparandolok Lorong Tiga;
Gunungmanaonunterudang. Untuk
memudahkan disarankan tidak memakai nama yang panjang.
·
Banyak nama-nama unsur geografi yang berasal dari nama
asing yang terucapkan dengan lidah Indonesia atau diterjemahkan secara harafiah
dalam bahasa Indonesia atau diganti dengan nama Indonesia.
·
Yang berasal dari pengucapan bahasa asing:
o
Tanjong Priok seharusnya ditulis Tanjungperiuk atau
Tanjungpriok (kalau “priok” bahasa Betawi dari “periuk”; Ayer Item seharusnya
Air Hitam
o
Yang berasal dari bahasa asing dengan pengucapan gaya
bahasa Indonesia:
o
Singerland menjadi Sangerlang; Glen More menjadi Glemor;
Malborough menjadi Malioboro; Zandvoort menjadi Sanpur, Sampur;
·
Nama-nama yang sudah resmi diganti
o
Batavia menjadi Jakarta (dari Jayakarta)
o
Kutaraja menjadi Banda-Aceh (Banda Aceh, Bandaaceh)—
perlu Lembaga Bahasa mengkajinya
o
Pulau Raja menjadi Pulaurakyat
o
Pusaka Ratu menjadi Pusakanegara
o
Peperbaai menjadi Teluk Lada
o
Hollandia menjadi Sukarnopura kemudian Jayapura
o
Wilhelmina Top menjadi Puncak Trikora
o
Schilpaddenbaai menjadi Teluk Penyu
o Padangbaai menjadi Padangbai
Kaedah penamaan yang bisa dijadikan acuan adalah:
·
Menggunakan abjad Romawi atau huruf Latin
·
Mengutamakan nama lokal dan singkat
·
Tidak menggunakan nama yang sudah digunakan di tempat
lain dalam
wilayah yang sama
·
Tidak menggunakan nama yang menimbulkan pertentangan
suku, agama,
ras dan antar golongan (SARA)
·
Tidak menggunakan nama orang atau tokoh masyarakat yang
masih hidup
·
Tidak menggunakan nama perusahaan
·
Tidak menggunakan nama asing atau bahasa asing
·
Menggunakan kaedah bahasa Indonesia yang baik dan benar
dalam penulisan nama unsur geografi
·
Menggunakan nama yang ditetapkan berdasarkan peraturan
perundangundangan yang berlaku secara nasional dan internasional